Disqa adalah seorang murid yang sekarang menginjak tahun keduanya di SMA. Kesenangannya menyambut tahun ajaran baru, hilang sudah waktu ia tahu kalau sekarang namanya tercantum di papan nama kelas 11-IPA-4.
Bagaimana tidak? Sebagian besar teman-teman dekatnya dari kelas sepuluh dulu masuk di kelas yang sama, terkecuali dia sendiri. Maka pagi itu, dengan malas Disqa melangkah masuk ke dalam ruang kelas barunya, dan memilih sembarang tempat.
Dia memiliki teman sebangku bernama Via. Kesan pertamanya, Via adalah seorang yang pendiam, dan lagi Disqa sendiri juga belum terlalu mengenalnya. Mungkin karena faktor dulunya berbeda kelas, atau kesan pertamanya yang mengatakan kalau Via itu ‘pendiam’.
Pembicaraan yang terjadi antara keduanya pun hanya klise, dan itu tidak berlangsung lama.
“Dari kelas mana?” tanya Disqa berusaha mencari bahan obrolan.
Via menoleh. “Dari 10-3. Lo?” tanyanya balik.
“Oh. Gue 10-2.”
Stop. Pembicaraan hanya berlangsung sampai disitu, dan hening. Keduanya kembali ke dunianya masing-masing. Dan Disqa mulai mengkhayal. ‘Coba bawa gitar.’
x-x-x
Sudah hampir sebulan Disqa menempati kelas 11-IPA-4, dan tetap saja dia belum mempunyai teman-teman sedekat dulu. Waktu istirahat juga, dia jarang yang namanya diam di kelas dan sekedar mengobrol dengan beberapa penghuni kelas lain.
Seringkali, Disqa membawa bekalnya keluar, dan mengunjungi teman-teman dekatnya di kelas 11-IPA-2. Tapi, dengan teman sebangku yang berwatak pengkhayal bernama Bilqis, sedikit demi sedikit Disqa mulai dekat dengan satu-dua classmate-nya yang baru.
Diawali dengan forum ‘Cerita Seram’ waktu bimbel hari Senin, dia mulai dekat dengan beberapa. Dari situ jugalah, akhirnya terungkap teman SMP Disqa bernama Time yang sering mengalami hal-hal ‘aneh.’
Pembicaraan hantu-hantu itu nggak Cuma berasal dari cerita Disqa, yang akhirnya satu-persatu dari mereka mulai menceritakan pengalamannya sendiri-sendiri.
Waktu di bagian Tari, atau akrabnya dipanggil Bunting/Taribun, semuanya kembali mendengarkan dengan serius. Tapi, sampai cerita selesai muka si pencerita sama sekali belum punya ekspresi. Dan, dengan wajah sekaligus ekspresi polosnya, dia bertanya:
“Nggak ada klimaksnya ya?”
Krik.
Akhirnya, alih-alih bergidik gara-gara cerita hantu, semuanya meledak dalam tawa. Beberapa menepuk-nepuk bahu Tari, tidak terkecuali Disqa sendiri.
Saat itu di pikirannya, dia sendiri mulai lupa kalau sebelumnya menyesal sendiri karena terpisah dari teman-teman dekatnya dulu.
x-x-x
‘Seekor kera, terpuruk, terpenjara dalam gua. Di gunung tinggi sunyi tempat hukuman para dewa~’
Suara musik khas salah satu acara TV jaman jadul terdengar dari sekelompok teman sekelasnya. Disqa sedikit melirik kearah sana dan memutar matanya sendiri.
‘Aduh apa sih dengerin lagu gituan,’ komentarnya dalam hati.
Sambil menunggu bel pulang, Disqa menyibukkan dirinya dengan layar komputer di depannya. Saat itu pelajaran komputer di jam terakhir. Apalagi, guru komputer mereka saat itu masih dibebani tugas sehingga nggak bisa mengajar.
Jadilah murid kelas 11-IPA-4, menyibukkan dirinya masing-masing, tidak terkecuali sekelompok penghuni kelas yang sibuk nge-rap lagu Kera Sakti.
Awalnya, Disqa selalu menatap aneh kearah mereka. Tapi akhirnya, lewat suatu permainan bernama SPOK yang dimainkannya bersama Tari, Fika, dan Bilqis, mereka menjadi semakin akrab. Dari situ, para personil pemain SPOK akhirnya bertambah.
Sasa, Adin, Dina, Vien, dan Ariesta. Permainan itu nggak Cuma dimainin waktu jam pelajaran kosong. Pernah suatu kali, waktu guru Matematika mereka, bernama Pak Saksi Ginting memberikan waktu buat mengerjakan bimbel, dengan bandelnya anak-anak ini berkumpul di meja Tari dan Fika untuk bermain SPOK.
Dan jangan kira mereka main dalam diam, karena sesekali tawa unik Sasa dan Adin akan tiba-tiba menggelegar.
Lain waktu, lain juga ceritanya. Waktu itu, ada bimbel Matematika dengan Bu Nani sebagai gurunya. Karena waktu bimbel udah mau selesai, akhirnya Bu Nani ngasih waktu bebas. Lagi-lagi, anak-anak bandel ini berkumpul di satu tempat untuk main SPOK lagi.
Mungkin karena mereka yang terlalu berisik, akhirnya perhatian sang guru terusik. Dengan tenang, Bu Nani minta ikutan, dan anak-anak ini mengiyakan dengan ragu. Akhirnya, dengan ‘memperbaiki’ sedikit pembendaharaan kata mereka, permainan kembali dimulai.
Semuanya bergidik ngeri, waktu Bu Nani membacakan tulisan di kertasnya, yang berbunyi seperti ini: ‘Arreza nyobain bayi tak berdosa di UKS.’
Hilang niat buat ketawa, tapi nyatanya, Bu Nani cekikikan sendiri. Akhirnya, satu-persatu dari mereka mulai ikut tertawa, dan permainan pun kembali ke ‘cara’ aslinya, dengan memasukkan Subjek orang-orang tertentu.
x-x-x
Ulangan blok semester 1 sudah lewat, dan Disqa mulai sangat dekat dengan teman-teman sekelasnya. Selain Sasa, Adin, Bilqis, Tari, Fika, Vien, Ariesta, dan Dina, bertambah lagi dua korban yaitu Ine dan Via.
Saat ini, mereka menamai kelompok bermain mereka dengan sebutan ‘PUTUL’ gara-gara pernah suatu kali Disqa menunjukkan kepada mereka video Pimp My Ride yang di dubbing bahasa Jawa.
Karena nama PUTUL sering disebutkan, dalam permainan SPOK ataupun waktu-waktu lain, jadilah mereka menamai grup mereka sebagai PUTUL. It’s okay. Nama yang cukup unik untuk seuah kelompok bermain, yang artinya PATAH.
Karena seminggu setelah ulangan blok tidak ada pelajaran efekif, jadilah setiap pulang sekolah para PUTUL ini selalu menyempatkan bermain ke rumah Disqa. Tidak ada tujuan khusus, hanya sekedar nonton film bersama, dan bermain dengan kucingnya Disqa yang bernama Trico.
Walaupun suatu saat rumah Disqa pindah, dan jaraknya ternyata lebih jauh dari rumahnya yang lama, para PUTUL ini bukannya tambah jarang main, sebaliknya mereka lebih sering berkunjung. Apalagi waktu Trico melahirkan tiga anak yang dipanggil Tommy, Barbie, dan Kelly, setiap Senin atau Rabu, mereka pasti berkunjung, dengan alasan latihan drama atau mengerjakan tugas kelompok.
Seiring berjalannya waktu, kelas 11-IPA-4 dibebani tugas Seni Musik, yaitu harus mempertunjukkan pagelaran musik. Karena sering berkumpul bersama sambil menyanyikan lagu-lagu GLEE, Disqa mengajak Sasa, Adin, Ariesta, dan Fika buat sama-sama bernyanyi lagu Don’t Stop Believing di acara nanti.
Selain itu, atas permintaan Wina sebagai ketua, seluruh anak perempuan harus menari tarian tradisional. Jadilah Disqa, Bilqis, Tari, Fika, Via, Sasa, Iday, dan Fira menari kipas, sementara Ariesta, Izza, Adin, Dina, Vien menari Batak.
Fira, Iday, dan Izza adalah korban terakhir yang mulai bergabung semenjak para PUTUL jalan-jalan ke Dufan. Selama waktu yang diberikan untuk latihan sebelum waktu pagelaran ditentukan, anak 11-IPA-4 seringkali berkumpul di rumah salah satu personilnya untuk latihan.
Tapi, emang dasarnya kelas ini, latihan yang mereka bayangkan bakal serius ternyata terjadi sebaliknya. Setiap waktu latihan, ada aja yang datang telat, dan kalau udah namanya latihan kipas, selalu ada sedikit salah paham di dalamnya.
Khusus kasus ini, Disqa berusaha menghafal semua gerakannya dan mengajarkan teman-temannya. Dengan lihai, dia mempermudah gerakan yang tadinya terlihat sulit di video aslinya. Dan akhirnya, gerakan ombak yang tadinya hampir dihilangkan, berhasil dilakukan, dan mendapat tepuk tangan yang lumayan saat mereka tampil.
Selesainya waktu pagelaran, artinya selesai juga masa-masa Disqa menikmati waktunya di kelas 11-IPA-4. Walaupun setelahnya masih ada ujian blok, tapi tetap saja rasanya berat meninggalkan kelas yang tadinya ia tolak mentah-mentah, namun pada akhirnya sangat dia banggakan.
Selama ujian blok, sebisa mungkin Disqa menghabiskan waktunya berkumpul bersama para PUTUL, ataupun bersama anak 11-IPA-4 atau yang lebih akrab dipanggil VENSER.
Dia masih ingat betul, bagaimana para guru dengan sangsi membanding-bandingkan kelasnya dengan kelas lain yang katanya jauh lebih baik, atau saat-saat acara TURBOPLAST dimana hampir semua anak VENSER rela berada di sekolah sampai sore demi menyemangati wakil VENSER bermain futsal. Yah walaupun tidak sampai final, setidaknya top scorer ada di kelas ini.
Disqa juga nggak pernah lupa, bagaimana wajah teman-temannya sumringah lebar melihat anak-anak Trico yang masih kecil. Dengan bangga, Disqa memperkenalkan tiga anak kucing kecil-kecil itu ke semuanya.
Sampai sekarang, rumah Disqa masih merupakan basecamp untuk anak PUTUL dan VENSER. Seringkali, rumahnya dijadikan ‘pelarian’ untuk event-event seperti belajar bareng, atau sekedar ngumpul, dan juga bisa sebagai tempat penyeplokan orang. Intinya, rumah Disqa itu fleksibel, selalu ada setiap saat.
Setelah pembagian rapot semester 2, agak susah buat PUTUL untuk kumpul bersama lagi. Disamping waktu liburan yang sebagian besar pada pulang kampung, atau sudah punya acara sendiri. Apalagi waktu sudah naik ke kelas 12. Mereka sudah nggak bisa lagi dengan tenang ngumpul di rumah Disqa setelah pulang sekolah.
Sudah begitu, karena ada pembagian kelas lagi, akhirnya PUTUL benar-benar terpisah empat. Disqa bersama Ine, Dina, Fika, dan Vien masuk di 12-IPA-4. Dan untungnya, di kelas ini agak banyak juga yang dulunya di VENSER. Jadi, tidak terlalu sulit bagi Disqa untuk adaptasi lagi.
Tapi, suasana kelas ini benar-benar beda seperti dulu. Semuanya tampak seratus persen serius mengejar nilai, sampai-sampai ia tidak merasakan suasana akrab di dalamnya. Untunglah setiap istirahat, entah kenapa mantan VENSER dan terutama PUTUL selalu berkumpul. Apalagi jika tidak sedang moving class, koridor di depan 12-IPA-4 pasti penuh dengan anak VENSER.
Inti dari cerita tentang Disqa dan mereka ini adalah, sebuah pertemanan benar-benar tidak bisa ditebak. Berawal dari keputusan Disqa yang menolak mentah-mentah takdirnya berada di 11-IPA-4 akhirnya berputar sebaliknya, akibat bertemu dengan sekumpulan makhluk tak berdosa.
Berada bersama mereka, Disqa nggak perlu mengubah dirinya menjadi orang lain untuk bisa diterima. Semua sifat asli dengan mudah bisa diterima, dengan semboyan ‘Asikin, Sob.’
Dan berdasar harapan seluruh anak VENSER serta PUTUL, semoga di 10 tahun ke depan, mereka bisa berkumpul kembali bersama, dengan lambang ‘SUCCEED’ di dahi mereka.
-SELESAI-
Testimonials:
All hail PUTUL, PUTUL Berjaya, jangan lupakan PUTUL
-Disqa Dewintami
-Disqa Dewintami
Tetap sehat, tetap semangat, supaya bisa berkumpul, dan sehat selalu.
-Oktaviani Aditia
-Oktaviani Aditia
Together forever, never apart. Maybe in distance, but never in heart. I’ll miss you VENSER.
-Andina Seliani
-Andina Seliani
It has to be- YOU gonna drive the situations, not- the situations gonna drive you.
-Vien Arina Ridwan
-Vien Arina Ridwan
Pokoknya hidup PUTUL.
-Ariesta Annisaa
-Ariesta Annisaa
Semoga PUTUL bisa mengajarkan ke generasi kita selanjutnya, betapa persahabatan sangat bermakna. Dan persahabatan itu sendiri datang tanpa dicari. Dia akan menyeleksi dengan sendirinya, mana orang yang bisa dikatakan sahabat.
-Rusydina Izzati
-Rusydina Izzati
Mereka itu langka dan tak terduga, dan yang pasti mereka itu berharga.
-Mentari Chairunnisa
-Mentari Chairunnisa
Jangan lupakan persahabatan ini ya putulku sayang, kalo nanti udah pisah harus tetep keep contact ssampe tua, harus sering ketemu. I love you too much, putul.
-Fira Rahmadina
-Fira Rahmadina
Tetaplah seperti ini.
-Yunevialkha Alhafizatul
-Yunevialkha Alhafizatul
Cerpen ini belum memuat semua kisah PUTUL dan VENSER, karena kalau saya ceritakan semuanya, satu buku tebal pun tidak akan cukup.
-Fika Marissa/Penulis cerpen.
-Fika Marissa/Penulis cerpen.
There’s so many wars we fought,
There’s so many things we’re not.
But with what we have,
I promise you that
-One Republic, Marchin’ On
There’s so many things we’re not.
But with what we have,
I promise you that
-One Republic, Marchin’ On
NB: maap yak kalo tidak ngena dan tidak nyambung. HIDUP VENSEEER
No comments:
Post a Comment